Aliran Rekontruksionisme
Aliran Rekontruksionisme
A.
Latar
Belakang Aliran Rekontruksionisme
Rekonstrusionisme di pelopori oleh George Count dan
Harold Rugg pada tahun 1930 yang ingin membangun masyarakat baru, masyrakat
yang pantas dan adil.
Rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan
progresivme, gerakan ini lahir didasari atas suatu anggapan bahwa kaum
progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat
yang ada pada saat sekarang ini.
Selain itu, mazhab ini juga berpandangan bahwa
pendidikan hendaknya memelopori melakukan pembaharuan kembali atau
merekonstruksi kembali masyarakat agar menjadi lebih baik.karena itu pendidikan
harus mengembangkan ideology kemasyarakatan yang demokratis.
Alasan mengapa rekonstruksionisme merupakan kelanjutan
dari gerakan progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan
masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat sekarang ini.Dalam aliran
rekonstruksionisme berusaha menciptakan kurikulum baru dengan memperbaharui
kurikulum lama.
Progresivisme pendidikan didasarkan pada keyakinan
bahwa pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau
bidang studi.ini berkelanjutan pada pendidikan rekonstruksionisme yaitu guru
harus menyadarkan sipendidik terhadap masalah-masalah yang dihadapi manusia
untuk diselesaikan, sehingga anak didik memiliki kemampuan memecahkan masalah
tersebut.
B.
Pengertian
Aliran Rekonstruksionisme
Kata rekonstruksionisme berasal dari bahasa inggris Reconstruct
yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan, aliran
rekonstruksionisme merupakan suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan
lama dengan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern.
Aliran rekonstruksionisme pada prinsipnya sepaham
dengan aliran perenialisme, yaitu berawal dari krisis kebudayaan modern. Menurut
Muhammad Noor Syam, kedua aliran tersebut memandang bahwa keadaan sekarang
merupakan zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran,
kebingungan, dan kesimpangsiuran.
Meskipun demikian, prinsip yang dimiliki oleh aliran
ini tidaklah sama dengan prinsip yang dipegang oleh aliran perenialisme.
Keduanya mempunyai visi dan cara yang berbeda dalam pemecahan yang akan
ditempuh untuk mengembalikan kebudayaan yang serasi dalam kehidupan. Aliran
perenialisme memilih cara tersendiri, yakni dengan kembali ke alam kebudayaan
lama (regressive road culture) yang mereka anggap paling ideal. Sementara itu,
aliran rekonstruksionisme menempuhnya dengan jalan berupaya membina suatu
konsensus yang paling luas dan mengenai tujuan pokok dan tertinggi dalam kehidupan
umat manusia.
Untuk mencapai tujuan tersebut, rekonstruksionisme
berupaya mencari kesepakatan antar sesama manusia atau agar dapat mengatur tata
kehidupan manusia dalam suatu tatanan dan seluruh lingkungannya.Maka, proses
dan lembaga pendidikan dalam pandangan rekonstruksionisme perlu merombak tata
susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang baru. Untuk
tujuan tersebut diperlukan kerja sama antarumat manusia.
Aliran rekonstuksionisme
bercita-cita uutuk mewujudkan dan
melaksanakan sinthesa atau perpaduan ajaran Kristen dan demokrasi modern dengan
teknologi modern dan seni modern didalam suatu kebudayaan yang dibina bersama
oleh seluruh kedaulatan bangsa-bangsa sedunia.
Rekonstruksinalisme mencita-citakan terwujudnya sutu dunia baru, dengan
kebudayaan baru dibawah suatu kedaulatan dunia, dalam control mayoritas umat
manusia.Dengan kata lain perkataan
aliran rekonstruksionalisme adalah aliran yang menghendaki agar anak didiknya dapat dibandingkan
kemampuaannya untuk secara kontruktif menyesuaikan diri dengan tuntutan
perubahan perkembangan masyarakat sebagai akibat adanya pengaruh dari ilmu pengetahuaan dan
teknologi. Dengan penyesuaian seperti anak didik akan tetap berada dalam
suasana aman dan bebas.
Dengan singkat dapat dikemukakan bahwa aliran
rekonstruksionisme bercita-cita untuk mewujudkan suatu dunia dimana kedaulatan
nasional berada dalam pengayoman atau subordinate dari kedaulatan dan otoritas
internasional.
C.
Tokoh-tokoh
Aliran Rekonstruksionisme
Aliran filsafat Rekonstruksionisme dipelopori oleh Goerge Count dan Harold
Rugg pada 1930. Mereka bermaksud membangun masyarakat baru, masyarakat yang
dipandang pantas dan adil.Ide gagasan mereka secara meluas dipengaruhi oleh
pemikiran progresif Dewey; dan ini menjelaskan mengapa aliran
Rekonstruksionisme memiliki landasan filsafat pragmatism. Meskipun mereka banyak terinspirasi pemikiran Theodore Brameld, khususnya
dengan beberapa karya filsafat pendidikannya, mulai dari ‘Pattern of
Educational Philosophy (1950), Toward recunstucted Philosophy of Education
(1956), dan Education of power (1965).[1][1][8]
D.
Prinsip-Prinsip
Aliran Rekonstruksionisme
1.
Masyarakat
dunia sedang dalam kondisi Krisis , jika
praktik- praktik yang ada sekarang tidak dibalik,maka peradaban yang kita kenal
ini akan mengalami kehancuran.
Persoalan-persoalan tentang kependudukan, sumber daya alam yang terbatas,
kesenjangan global dalam distribusi (penyebaran) kekayaan, poliferasi nuklir,
rasisme, nasionalisme sempit, dan penggunaan teknologi yang ‘sembrono’
dan tidak bertanggung jawab telah mengancam dunia kita sekarang dan akan
memusnahkannya jika tidak dikoreksi segera mungkin. Persoalan-persoalan
tersebut menurut kalangan rekonstruksionisme, berjalan seiring dengan tantangan
totalitarisme modern, yakni hilangnya nilai-nilai kemanusiaan dalam masyarakat
luas dan meningkatnya kedunguan fungsional penduduk dunia. Singkatnya, dunia
sedang menghadapi persoalan-persoalan sosial, militer dan ekonomi pada skala
yang terbayangkan. Persoalan-persoalan yang dihadapi tersebut sudah sedemikian
beratnya sehingga tidak dapat lagi diabaikan.
2.
Solusi
efektif satu-satunya bagi pesoalan- pesoalan dunia kita adalah penciptaan social yang menjagat.
Kerjasama dari semua bangsa adalah satu-satunya harapan bagi penduduk dunia
yang berkembang terus yang menghuni dunia dengan segala keterbatasan sumber
daya alamnya. Era teknologi telah memunculkan saling ketergantungan dunia, di
samping juga kemajuan-kemajuan di bidang sains. Di sisi lain, kita sedang
didera kesenjangan budaya dalam beradaptasi dengan tatanan dunia baru. Kita
sedang berupaya hidup di ruang angkasa dengan sebuah sistem nilai dan mentalitas
politik yang dianut di era kuda dan andong.Menurut rekonstruksionisme, umat
manusia sekarang hidup dalam masyarakat dunia yang mana kemampuan teknologinya
dapat membinasakan kebutuhan-kebutuhan material semua orang. Dalam masyrakat
ini, sangat mungkin muncul penghayal karena komunitas internasional secara
bersama-sama bergelut dari kesibukan menghasilkan dan mengupayakan kekayaan
material menuju ke tingkat dimana kebutuhan dan kepentingan manusia dianggap
paling penting. Dunia semasa itu, orang-orang berkonsentrasi untuk menjadi
manusia yang lebih baik (secara material) sebagai tujuan akhir.
3.
Pendidikan
formal dapat menjadi agen utama dalam rekonstruksi tatanan sosial.
Sekolah-sekolah yang merefleksikan nilai-nilai sosial dominan, menurut rekonstruksionisme
hanya akan mengalihkan penyakit-penyakit politik, sosial, dan ekonomi yang
sekarang ini mendera umat manusia. Sekolah dapat dan harus mengubah secara
mendasar peran tradisionalnya dan menjadi sumber inovasi baru. Tugas mengubah
peran pendidikan amatlah urgen, karena kenyataan bahwa manusia sekarang
mempunyai kemampuan memusnahkan diri.Kalangan rekontruksionis di satu sisi
tidak memandang sekolah sebagai memiliki kekuatan untuk menciptakan perubahan
sosial seorang diri. Di sisi lain, mereka melihat sekolah sebagai agen kekuatan
utama yang menyentuh kehidupan seluruh masyarakat, karena ia menyantuni
anak-anak didik selama usia mereka yang paling peka. Dengan demikian, ia dapat
menjadi penggerak utama pencerahan problem-problem sosial dan agitator utama
perubahan sosial.
4.
Metode-metode
pengajaran harus didasarkan pada
prinsip-prinsip demokratis yang bertumpu
pada kecerdasan ‘ asali’ jumlah
mayoritas untuk merenungkan dan menewarkan solusi yang paling valid bagi persoalan –persoalan umat manusia.
Dalam pandangan kalangan rekonstruksionisme, demokrasi adalah sistem
politik yang terbaik karena sebuah keharusan bahwa prosedur-prosedur demokratis
perlu digunakan di ruangan kelas setelah para peserta didik diarahkan kepada
kesempatan-kesempatan untuk memilih di antara keragaman pilihan-pilihan
ekonomi, politik, dan sosial.
Brameld menggunakan istilah pemihakan defensif untuk mengungkapkan posisi
(pendapat) guru dalam hubungannya dengan item-item kurikuler yang
kontroversial. Dalam menyikapi ini, guru membolehkan uji pembuktian terbuka
yang setuju dan yang tidak setuju dengan pendapatnya, dan ia menghadirkan
pendapat-pendapat alternatif sejujur mungkin. Di sisi lain, guru jangan
menyembunyikan pendirian-pendiriannya. Ia harus mengungkapkan dan
mempertahankan pemihakannya secara publik. Di luar ini, guru harus berupaya
agar pendirian-pendiriannya diterima dalam skala seluas mungkin. Tampaknya
telah diasumsikan oleh kalangan rekonstruksionis bahwa persoalan-persoalan itu
sedemikian clear-cut (jelas-tegas) sehingga sebagian besar akan setuju terhadap
persoalan-persoalan dan solusi-solusi jika dialog bebas dan demokratis
diizinkan.
5.
Jika
pendidkan formal adalah bagian yang tak
terpisahkan dari solusi social dalam krisis dunia sekarang , maka ia
harus secara aktif mengerjakan perubahan social.[2][2][9]
E.
Pandangan rekonstruskionisme dan
penerapannya dibidang pendidikan
Pandangan aliran filsafat pendidikan
rekonstruksionisme terhadap pendidikan yaitu pertama kita harus mengetahui
pengertian dari filsafat.Yangmana filsafat merupakan induk dari segala ilmu
yang mencakup ilmu-ilmu khusus.Menurut pendapat Runes (1971:235), bahwa
filsafat adalah keterangan rasional tentang sesuatu yang merupakan prinsip umum
yang kenyataannya dapat dijelaskan dengan membedakan pengetahuan rasional dan
pengetahuan empiris (sains).
Filsafat bagi pendidikan adalah teori umum sehingga
dapat menjadi pilar bagi bangunan dunia pendidikan yang berusaha memberdayakan
setiap pribadi warga negara untuk mengisi format kebudayaan bangsa yang
didinginkan dan diwariskan.
Aliran rekonstruksionisme adalah sepaham dengan aliran
perenialisme dalam tindakan mengatasi krisis kehidupan modern. Aliran
rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas
semua umat manusia atau bangsa. Karenanya pembinaan kembali daya intelektual
dan spiritual yang sehat akan membina kembali manusia melalui pendidikan yang
tepat atas nilai dan norma yang benar pula demi generasi sekarang dan generasi
yang akan datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia.
Kemudian aliran ini memiliki persepsi bahwa masa depan
suatu bangsa merupakan suatu dunia yang diatur, diperintah oleh rakyat secara
demokratis dan bukan dunia yang dikuasai oleh golongan tertentu. Sila-sila
demokrasi yang sungguh bukan hanya teori tetapi mesti menjadi kenyataan,
sehingga dapat diwujudkan suatu dunia dengan potensi-potensi teknologi, mampu
meningkatkan kualitas kesehatan, kesejahteraan dan kemakmuran serta keamanan
masyarakat tanpa membedakan warna kulit, keturunan, nasionalisme, agama
(kepercayaan) dan masyarakat bersangkutan.
Pada prinsipnya, aliran rekonstruksionisme memandang alam metafisika merujuk dualisme, aliran ini berpendirian bahwa alam nyata ini mengandung dua macam hakikat sebagai asal sumber yakni hakikat materi dan hakikat rohani.Kedua macam hakikat itu memiliki ciri yang bebas dan berdiri sendiri, sarna dengan azali dan abadi, dan hubungan keduanya menciptakan suatu kehidupan dalam alam. Descartes, seorang tokohnya pernah menyatakan bahwa umumnya manusia tidak sulit menerima atas prinsip dualisme ini, yang menunjukkan bahwa kenyataan lahir dapat segera ditangkap oleh panca indera manusia, sementara itu kenyataan bathin segera diakui dengan adanya akal dan petasaan hidup. Di balik gerak realita sesungguhnya terdapatlah kausalitas sebagai pendorongnya dan merupakan penyebab utama atas kausa prima. Kausa prima, dalam konteks ini, ialah Tuhan sebagai penggerak sesuatu tanpa gerak, Tuhan adalah aktualitas murni yang sama sekalisunyi dan subtansi.
Pada prinsipnya, aliran rekonstruksionisme memandang alam metafisika merujuk dualisme, aliran ini berpendirian bahwa alam nyata ini mengandung dua macam hakikat sebagai asal sumber yakni hakikat materi dan hakikat rohani.Kedua macam hakikat itu memiliki ciri yang bebas dan berdiri sendiri, sarna dengan azali dan abadi, dan hubungan keduanya menciptakan suatu kehidupan dalam alam. Descartes, seorang tokohnya pernah menyatakan bahwa umumnya manusia tidak sulit menerima atas prinsip dualisme ini, yang menunjukkan bahwa kenyataan lahir dapat segera ditangkap oleh panca indera manusia, sementara itu kenyataan bathin segera diakui dengan adanya akal dan petasaan hidup. Di balik gerak realita sesungguhnya terdapatlah kausalitas sebagai pendorongnya dan merupakan penyebab utama atas kausa prima. Kausa prima, dalam konteks ini, ialah Tuhan sebagai penggerak sesuatu tanpa gerak, Tuhan adalah aktualitas murni yang sama sekalisunyi dan subtansi.
Alam pikiran yang demikian bertolak hukum-hukum dalam
filsafat itu sendiri tanpa bergantung padii ilmt pengetahuan.Namun demikian,
meskipun filsafat dan ilmu berkembang ke arah yang lebih sempurna, tetap
disetujui bahwa kedudukan filsafal lebih tinggi dibandingkan ilmu pendidikan.
Yang mana pendidikan sebagai alat untuk memproses dan merekonstruksi kebudayaan
baru haruslah dapat menciptakan situasi yang edukatif yang pada akhirnya akan
dapat memberikan warna dan corak dari output (keluaran) yang dihasilkan
sehingga keluaran yang dihasilkan (anak didik).
F.
Teori
pendidikan rekonstruksionisme
1.
Tujuan Pendidikan
a. Sekolah-sekolah
rekonstruksionis berfungsi sebagai lembaga utama untuk melakukan perubahan sosial,
ekonomi dan politik dalam masyarakat.
b. Tugas
sekolah-sekolah rekonstruksionis adalah mengembangkan ”insinyur-insinyur”
sosial, warga-warga negara yang
mempunyai tujuan mengubah secara radikal wajah masyarakat masa kini.
c. Tujuan pendidikan
rekonstruksionis adalah membangkitkan kesadaran para peserta didik tentang
masalah sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi umat manusia dalam skala
global, dan mengajarkan kepada mereka keterampilan-keterampilan yang diperlukan
untuk mengatasi masalah tersebut.
2.
Metode
pendidikan
Analisis kritis terhadap kerusakan-kerusakan masyarakat dan
kebutuhan-kebutuhan programatik untuk perbaikan.Dengan demikian menggunakan
metode pemecahan masalah, analisis kebutuhan, dan penyusunan program aksi perbaikan
masyarakat.
3.
Kurikulum
Kurikulum berisi mata-mata pelajaran yang berorientasi pada
kebutuhan-kebutuhan masyarakat masa depan.
Kurikulum banyak berisi masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik yang
dihadapi umat manusi, yang termasuk di dalamnya masalah-masalah pribadi para
peserta didik sendiri; dan program-program perbaikan yang ditentukan secara
ilmiah untuk aksi kolektif.
Struktur organisasi kurikulum terbentuk dari cabang-cabang ilmu sosial dan
proses-proses penyelidikan ilmiah sebagai metode pemecahan masalah.
·
Pelajar
Siswa adalah
generasi muda yang sedang tumbuh menjadi manusia pembangun masyarakat masa
depan, dan perlu berlatih keras untuk menjadi insinyur-insinyur sosial yang
diperlukan untuk membangun masyarakat masa depan.
·
Pengajar
Guru harus membuat para peserta didik menyadari masalah-masalah yang
dihadapi umat manusia, mambatu mereka merasa mengenali masalah-masalah tersebut
sehingga mereka merasa terikat untuk memecahkannya.
Guru harus terampil dalam membantu peserta didik menghadapi kontroversi dan
perubahan. Guru harus menumbuhkan berpikir berbeda-beda sebaga suatu cara untuk
menciptakan alternatif-alternatif pemecahan masalah yang menjanjikan
keberhasilannya.
Menurut Brameld (kneller,1971) teori pendidikan rekonstruksionisme ada 5
yaitu:
1)
Pendidikan
harus di laksanakan di sini dan sekarang dalam rangka menciptakan tata sosial
baru yang akan mengisi nilai-nilai dasar budaya kita, dan selaras dengan yang
mendasari kekuatan-kekuatan ekonomi, dan sosial masyarakat modern.
2)
Masyarakat
baru harus berada dalam kehidupan demokrasi sejati dimana sumber dan lembaga utama dalam masyarakat dikontrol
oleh warganya sendiri.
3)
Anak,
sekolah, dan pendidikan itu sendiri dikondisikan oleh kekuatan budaya dan
sosial.
4)
Guru harus
menyakini terhadap validitas dan urgensi dirinnya dengan cara bijaksana
dengan cara memperhatikan prosedur yang
demokratis
5)
Cara dan
tujuan pendidikan harus diubah kembali seluruhnya dengan tujuan untuk menemukan
kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan dengan krisis budaya dewasa ini, dan untuk
menyesuaikan kebutuhan dengan sains sosial yang mendorong kita untuk menemukan
nilali-nilai dimana manusia percaya atau tidak bahwa nilai-nilai itu bersifat
universal.
6)
meninjau
kembali penyusunan kurikulum, isi pelajaran, metode yang dipakai, struktur
administrasi, dan cara bagaimana guru dilatih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar