Aliran Filsafat Idealisme dan realisme dalam pendidikan
Aliran Filsafat Idealisme dan realisme
dalam Pendidikan
Dilihat dari
pengertian praktisnya, filsafat berarti alam pikiran atau alam berpikir.
Berfilsafat artinya berpikir, namun tidak semua berpikir berarti berfilsafat.
Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh. Tegasnya,
filsafat adalah karya akal manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran
dengan sedalam-dalamnya. Filsafat merupakan ilmu atau pende katan
yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu.
Menurut Immanuel Kant (1724-1804) yang seringkali disebut sebagai raksasa
pemikir Barat, filsafat adalah ilmu pokok yang merupakan pangkal dari segala
pengetahuan.
Kerana luasnya
lapangan filsafat, orang sepakat mempelajari filsafat dengan dua cara, yaitu
mempelajari sejarah perkembangannya (metode historis) dan mempelajari isi atau
pembahasannya dalam bidang-bidang tertentu (metode sistematis). Dalam metode
historis orang mempelajari sejarah perkembangan aliran-aliran filsafat sejak
dahulu kala sehingga sekarang. Di sini dikemukakan riwayat hidup tokoh-tokoh
filsafat di segala masa, bagaimana timbulnya aliran filsafatnya tentang logika,
tentang metafisika, tentang etika, dan tentang keagamaan. Dalam metode
sistematis orang membahas isi persoalan ilmu filsafat itu dengan tidak
mementingkan sejarahnya. Orang membagi persoalan ilmu filsafat itu dalam
bidang-bidang yang tertentu. Misalnya, dalam bidang logika dipersoalkan mana
yang benar dan yang salah menurut pertimbangan akal, bagaimana cara berpikir yang
benar dan mana yang salah. Dalam bidang etika dipersoalkan tentang manakah yang
baik dan yang buruk dalam perbuatan manusia. Dalam metode sistematis ini para
filsuf dikonfrontasikan tanpa mempersoalkan periodasi masing-masing.
Filsafat itu
sangat luas cakupan pembahasannya, yang ditujunya adalah mencari hakihat
kebenaran atas segala sesuatu yang meliputi kebenaran berpikir (logika),
berperilaku (etika), serta mencari hakikat atau keaslian (metafisika). Sejak
zaman Aristoteles hingga dewasa ini lapangan-lapangan yang paling utama dalam
filsafat selalu berputar di sekitar logika, metafisika, dan etika.
Dengan memperhatikan sejarah serta perkembangannya,
filsafat mempunyai beberapa cabang yaitu:
(1) Metafisika:
filsafat tentang hakikat yang ada di balik fisika, hakikat yang bersifat
transenden dan berada di luar jangkauan pengalaman manusia;
(2) Logika:
filsafat tentang pikiran yang benar dan yang salah;
(3) Etika: filsafat tentang perilaku yang baik dan
yang buruk;
(4) Estetika: filsafat tentang kreasi yang indah dan
yang jelek;
(5) Epistomologi: filsafat tentang ilmu pengetahuan;
(6) Filsafat-filsafat khusus lainnya: filsafat agama,
filsafat manusia, filsafat hukum, filsafat sejarah, filsafat alam, filsafat
pendidikan, dan sebagainya.
Filsafat akan memberikan kepuasan kepada keinginan
manusia akan pengetahuan yang tersusun dengan tertib, tentang kebenaran. Fungsi
filsafat adalah kreatif, menetapkan nilai, menetapkan tujuan, menentukan arah
dan menuntun pada jalan baru serta membangun keyakinan atas dasar kematangan
intelektual. Filsafat tidak hanya cukup diketahui, tetapi dapat dipraktekkan
dalam hidup sehari-sehari. Filsafat akan memberikan dasar-dasar pengetahuan
yang dibutuhkan untuk hidup secara baik, bagaimana hidup secara baik dan
bahagia. Dengan kata lain, tujuan filsafat adalah mencari hakikat kebenaran
sesuatu, baik dalam logika (kebenaran berpikir), etika (berperilaku), maupun
metafisik (hakikat keaslian).
Pendekatan
filosofis untuk menjelaskan suatu masalah dapat diterapkan dalam aspek-aspek
kehidupan manusia, termasuk dalarn pendidikan. Filsafat tidak hanya melahirkan
pengetahuan banu, melainkan juga melahirkan filsafat pendidikan. Filsafat
pendidikan adalah filsafat terapan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan
yang dihadapi. John Dewey (1964) berpendapat bahwa filsafat merupakan teon umum
tentang pendidikan. Filsafat sebagai suatu sistem berpikir akan menjawab
persoalan-persoalan pendidikan yang bersifat filosofis dan memerlukan jawaban
filosofis pula.
Setiap praktik pendidikan atau pembelajaran tidak
terlepas dari sejumlah masalah dalam mencapai tujuannya. Upaya pemecahan
masalah tersebut akan memerlukan landasan teoretis-filosofis mengenai apa
hakikat pendidikan dan bagaimana proses pendidikan dilaksanakan. Henderson
dalam Sadulloh (2004) mengemukakan bahwa filsafat pendidikan adalah filsafat
yang diaplikasikan untuk menelaah dan memecahkan masalah-masalah pendidikan.
Peranan filsafat yang mendasari berbagai aspek pendidikan merupakan suatu
sumbangan yang berharga dalam pengembangan pendidikan, baik pada tataran
teoretis maupun praktis. Filsafat sebagai suatu sistem berpikir dengan
cabang-cabangnya (metafisika, epistemologi, dan aksiologi) dapat mendasari
pemikiran tentang pendidikan.
Menurut Brubacher (1959), terdapat tiga prinsip
filsafat yang berkaitan dengan pendidikan, yaitu:
(1) persoalan etika atau teori nilai;
(2) persoalan
epistemologi atau teori pengetahuan; dan
(3) persoalan metafisika atau teoni hakikat realitas.
Untuk menentukan tujuan pendidikan, memotivasi
belajar, mengukur hasil, pendidikan akan berhubungan dengan tata nilai.
Persoalan kuriikulum akan berkaitan dengan epistemologi. Pembahasan tentang
hakikat realitas, pandangan tentang hakikat dunia dan hakikat manusia
khususnya, diperlukan untuk menentukan tujuan akhir pendidikan.
Metafisika memberikan sumbangan pemikiran dalam
membahas hakikat manusia pada umumnya, khususnya yang berkaitan dengan hakikat
anak, yang bermanfaat dalam menentiikan tujuan akhir pendidikan. Mempelajari
metafisika perlu sekali untuk mengontrol tujuan pendidikan dan untuk mengetahui
bagaimana dunia anak. Epistemologi sebagai teori pengetahuan, tidak hanya
menentukan pengetahuan mana yang harus dipelajari tetapi juga menentukan
bagaimana seharusnya siswa belajar dan bagaimana guru mengajar. Pendidikan
perlu mengetahui persoalan belajar untuk mengembangkan kurikulum, proses dan
metode belajar. Aksiologi akan menentukan nilai-nilai yang baik dan yang buruk
yang turut menentukan perbuatan pendidikan. Aksiologi dibutuhkan dalam
pendidikan, karena pendidikan harus menentukan nilai-nilai mana yang akan
dicapai melalui proses pendidikan. Disadari atau tidak, pendidikan akan
berhubungan dengan nilai, dan pendidikan harus menyadari kepentingan
nilai-nilai tersebut.
Dalam arti luas filsafat pendidikan mencakup filsafat
praktek pendidikan dan filsafat ilmu pendidikan (Mudyahardjo, 2001). Filsafat
praktek pendidikan membahas tentang bagaimana seharusnya pendi-dikan
diselenggarakan dan dilaksanakan dalam kehidupan manusia mencakup filsafat
praktek pendidikan dan filsafat sosial pendidikan. Filsafat ilmu pendidikan
adalah analisis kritis komprehensif tentang pendidikan sebagai bentuk teori
pendidikan.
Aspek filsafat dalam ilmu pendidikan dapat dilihat
berdasarkan empat kategori sebagai berikut:
(1) Ontologi ilmu pendidikan yang membahas tentang
hakekat substansi dan pola organisasi ilmu pendidikan;
(2)
Epistemologi ilmu pendidikan yang membahas tentang hakekat objek formal dan
material ilmu pendidikan;
(3) Metodologi
ilmu pendidikan yang membahas tentang hakekat cara-cara kerja dalam menyusun
ilmu pendidikan;
(4) Aksiologi ilmu pendidikan, membahas tentang
hakekat nilai kegunaan teoritis dan praktis ilmu pendidikan.
Kajian terhadap fisafat pendidikan akan memadukan
keempat aspek tersebut di atas sebagai landasan dalam menjawab tiga masalah
pokok, yaitu sebagai berikut:
(1) Apakah
sebenarnya pendidikan itu?
(2) apakah tujuan pendidikan sebenarnya? dan
(3) Dengan cara apa tujuan pendidikan itu dapat
dicapai? (Henderson, 1959).
Jawaban masalah pokok tersebut tertuang dalam:
(1) Tujuan pendidikan:
(2) Kurikulum,
(3) Metode
pendidikan,
(4) Peranan
peserta didik; dan
(5) Peran
tenaga pendidik.
Dalam sejarah perkembangan filsafat telah lahir
sejumlah aliran filsafat. Dengan adanya aliran-aliran filsafat, maka konsepsi
mengenai filsafat pendidikan telah dipengaruhi oleh aliran-aliran tersebut.
Dengan memperhatikan obyek filsafat dan masalah pokok pendidikan, selanjutnya akan
dibahas aliran filsafat idealisme dan realisme dalam melandasi pengembangan
teori pendidikan.
Aliran Filsafat Idealisme dalam Pendidikan
Idealisme adalah aliran filsafat yang berpendapat
bahwa pengetahuan itu tidak lain daripada kejadian dalam jiwa manusia,
sedangkan kenyataan yang diketahui manusia itu terletak di luarnya. Konsep
filsafat menurut aliran idealisme adalah:
(1)
Metafisika-idealisme; Secara absolut kenyataan yang sebenarnya adalah spiritual
dan rohaniah, sedangkan secara kritis yaitu adanya kenyataan yang bersifat
fisik dan rohaniah, tetapi kenyataan rohaniah yang lebih dapat berperan;
(2)
Humanologi-idealisme; Jiwa dikarunai kemampuan berpikir yang dapat menyebabkan
adanya kemampuan memilih;
(3) Epistemologi-idealisme; Pengetahuan yang benar
diperoleh melalui intuisi dan pengingatan kembali melalui berpikir. Kebenaran
hanya mungkin dapat dicapai oleh beberapa orang yang mempunyai akal pikiran
yang cemerlang; sebagian besar manusia hanya sampai pada tingkat berpendapat;
(4) Aksiologi-idealisme; Kehidupan manusia diatur oleh
kewajiban-kewajiban moral yang diturunkan dari pendapat tentang kenyataan atau
metafisika.
Dalam hubungannya dengan pendidikan, idealisme memberi
sumbangan yang besar tehadap perkembangan filsafat pendidikan. Kaum idealis
percaya bahwa anak merupakan bagian dari alam spiritual, yang memiliki
pembawaan spiritual sesuai potensialitasnya. Oleh karena itu, pendidikan harus
mengajarkan hubungan antara anak dengan bagian alam spiritual. Pendidikan harus
menekankan kesesuian batin antara anak dan alam semesta. Pendidikan merupakan
pertumbuhan ke arah tujuan pribadi manusia yang ideal. Pendidik yang idealisme
mewujudkan sedapat mungkin watak yang terbaik. Pendidik harus memandang anak
sebagai tujuan, bukan sebagai alat.
Menurut Power (1982), implikasi filsafat pendidikan
idealisme adalah sebagai berikut:
(1) Tujuan: untuk membentuk karakter, mengembangkan
bakat atau kemampuan dasar, serta kebaikkan sosial;
(2) Kurikulum:
pendidikan liberal untuk pengembangan kemam-puan dan pendidikan praktis untuk
memperoleh pekerjaan;
(3) Metode: diutamakan metode dialektika, tetapi
metode lain yang efektif dapat dimanfaatkan;
(4) Peserta
didik bebas untuk mengembangkan kepribadian, bakat dan kemampuan dasarnya; (5) Pendidik bertanggungjawab dalam
menciptakan lingkungan pendidikan melalui kerja sama dengan alam.
Aliran Filsafat Realisme dalam Pendidikan
Aliran filsafat realisme berpendirian bahwa
pengetahuan manusia itu adalah gambaran yang baik dan tepat dari kebenaran.
Konsep filsafat
menurut aliran realisme adalah:
(1) Metafisika-realisme; Kenyataan yang sebenarnya
hanyalah kenyataan fisik (materialisme); kenyataan material dan imaterial
(dualisme), dan kenyataan yang terbentuk dari berbagai kenyataan
(pluralisme);
(2)
Humanologi-realisme; Hakekat manusia terletak pada apa yang dapat dikerjakan.
Jiwa merupakan sebuah organisme kompleks yang mempunyai kemampuan berpikir;
(3) Epistemologi-realisme; Kenyataan hadir dengan
sendirinya tidak tergantung pada pengetahuan dan gagasan manusia, dan kenyataan
dapat diketahui oleh pikiran. Pengetahuan dapat diperoleh melalui penginderaan.
Kebenaran pengetahuan dapat dibuktikan dengan memeriksa kesesuaiannya
dengan fakta;
(4) Aksiologi-realisme; Tingkah laku manusia diatur
oleh hukum-hukum alam yang diperoleh melalui ilmu, dan pada taraf yang lebih
rendah diatur oleh kebiasaan-kebiasaan atau adat-istiadat yang telah teruji
dalam kehidupan.
Dalam hubungannya dengan pendidikan, pendidikan harus
universal, seragam, dimulai sejak pendidikan yang paling rendah, dan merupakan
suatu kewajiban. Pada tingkat pendidikan yang paling rendah, anak akan menerima
jenis pendidikan yang sama. Pembawaan dan sifat manusia sama pada semua orang.
Oleh karena itulah, metode, isi, dan proses pendidikan harus seragam. Namun,
manusia tetap berbeda dalam derajatnya, di mana ia dapat mencapainya. Oleh
karena itu, pada tingkatan pendidikan yang paling tinggi tidak boleh hanya ada
satu jenis pendidikan, melainkan harus beraneka ragam jenis pendidikan. Inisiatif
dalam pendidikan terletak pada pendidik bukan pada peserta didik. Materi atau
bahan pelajaran yang baik adalah bahan pelajaran yang memberi kepuasan pada
minat dan kebutuhan pada peserta didik. Namun, yang paling penting bagi
pendidik adalah bagaimana memilih bahan pelajaran yang benar, bukan memberikan
kepuasan terhadap minat dan kebutuhan pada peserta didik. Memberi kepuasan
terhadap minat dan kebutuhan siswa hanyalah merupakan alat dalam mencapai
tujuan pendidikan, atau merupakan strategi mengajar yang bermanfaat.
Menurut Power (1982), implikasi filsafat pendidikan
realisme adalah sebagai berikut:
(1) Tujuan:
penyesuaian hidup dan tanggung jawab sosial;
(2) Kurikulum:
komprehensif mencakup semua pengetahuan yang berguna berisi pentahuan umum dan
pengetahuan praktis;
(3) Metode: Belajar tergantung pada pengalaman baik
langsung atau tidak langsung. Metodenya harus logis dan psikologis. Metode
pontiditioning (Stimulua-Respon) adalah metode pokok yang digunakan;
(4) Peran
peserta didik adalah menguasai pengetahuan yang handal dapat dipercaya. Dalam
hal disiplin, peraturan yang baik adalah esensial dalam belajar. Disiplin
mental dan moral dibutuhkan untuk memperoleh hasil yang baik;
(5) Peranan pendidik adalah menguasai pengetahuan,
terampil dalam teknik mengajar dan dengan keras menuntut prestasi peserta
didik.
PENDIDIKAN IDEALISME DAN REALISME DALAM PLS
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) adalah kegiatan
terorganisasi dan sistematis diluar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan
secara mandiri atau merupakan bagian penting kegiatan yang lebih luas, yang
sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu dalam mencapai tujuan
belajarnya. Untuk mengefektifkan pencapaian tujuan PLS tersebut maka aliran
filsafat pendidikan idealisme dan realisme dapat digunakan sebagai landasar
teoretis maupun praktis. Berikut ini akan dikemukakan implikasi filsafat
pendidikan idealisme dan realisme dalam penyelenggaraan PLS dalam menetapkan
tujuan, kurikulum, metode, serta peran peserta didi dan pendidik.
1. Pendidikan Idealisme dalam PLS
Dengan memperhatikan implikasi filsafat pendidikan
realisme maka penyelenggaraan pendidikan luar sekolah dapat dikembangkan
berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
Pertama: tujuan program PLS pertama-tama harus
difokuskan pada pembentukan karakter atau kepribadian peserta didik. Pada tahap
selanjutnya program pendidikan tertuju kepada pengembangan bakat dan kebaikan
sosial. Peserta didik digali potensinya untuk tampil sebagai individu
berbakat/berkemampuan yang akan memiliki nilai guna bagi kepentingan
masyarakat.
Kedua, kurikulum pendidikan PLS dikembangkan dengan
memadukan pendidikan umum dan pendidikan praktis. Kurikulum diarahkan pada
upaya pengembangan kemampuan berpikir melalui pendidikan umum. Di samping itu
kurikulum juga dikembangkan untuk mempersiapkan keterampilan bekerja untuk
keperluan memperoleh mata pencaharian melalui pendidikan praktis.
Ketiga, metode pendidikan dalam program PLS disusun
menggunakan metode pendidikan dialektis. Meskipun demikian setiap metode yang
dianggap efektif mendorong belajar dapat pula digunakan. Pelaksanaan pendidikan
cenderung mengabaikan dasar-dasar fisiologis dalam belajar.
Keempat, peserta didik bebas mengembangkan bakat dan
kepribadiannya. Pendidikan bekerjasama dengan alam dengan proses pengembangan
kemampuan ilmiah. Oleh karena itu tugas utama tenaga pendidik adalah
menciptakan lingkungan yang memungkinkan peserta didik dapat belajar dengan
efisien dan efektif.
2. Pendidikan Realisme dalam PLS
Dengan memperhatikan implikasi filsafat pendidikan
idealisme maka penyelenggaraan pendidikan luar sekolah dapat dikembangkan
dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
Pertama, tujuan program pendidikan PLS terfokus agar peserta
didik dapat menyesuaikan diri secara tepat dalam hidup. Disamping itu, peserta
didik diharapkan dapat melaksanakan tanggung jawab sosial dalam hidup
bermasyarakat.
Kedua, kurikulum komprehensif yang berisi semua
pengetahuan yang berguna dalam penyesuaian diri dalam hidup dan tanggung jawab
sosial. Kurikulum berisi unsur-unsur pendidikan umum untuk mengembangkan
kemampuan berpikir dan pendidikan praktis untuk kepentingan bekerja.
Ketiga, semua kegiatan belajar berdasarkan pengalaman
baik langsung maupun tidak langsung. Metode mengajar hendaknya bersifat logis,
bertahap dan berurutan. Pembiasaan (pengkondisian) merupakan sebuah metode
pokok yang dapat dipergunakan dengan baik untuk mencapai tujuan pendidikan.
Keempat, Dalam hubungannnya dengan pengajaran, peranan
peserta didik adalah penguasaan pengetahuan yang handal sehingga mampu
mengikuti perkembangan Iptek. Dalam hubungannya dengan disiplin, tatacara yang
baik sangat penting dalam belajar. Artinya belajar dilakukan secara terpola
berdasarkan pada suatu pedoman. Peserta didik perlu mempunyai disiplin mental
dan moral untuk setiap tingkat kebaikkan. Peranan pendidik adalah menguasai
pengetahuan, keterampilan teknik-teknik pendidikan dengan kewenangan
untuk mencapai hasil pendidikan yang dibebankan kepadanya.
D. KESIMPULAN
Berdasarkan kajian yang telah dikemukakan dalam
pembahasan sebelumnya diperoleh temuan sebagai sebagai berikut:
Pertama, aliran filsafat idealisme dalam pendidikan
menekankan pada upaya pengembangan bakat dan kemampuan peserta didik sebagai
aktualisasi potensi yang dimilikinya. Untuk mencapainya diperlukan pendidikan
yang berorientasi pada penggalian potensi dengan memadukan kurikulum
pendidikan umum dan pendidikan praktis. Kegiatan belajar terpusat pada peserta
didik yang dikondisikan oleh tenaga pendidik.
Kedua, pendidikan menurut aliran filsafat realisme
menekankan pada pembentukan peserta didik agar mampu melaksanakan tanggung
jawab sosial dalam menjalani kehidupan bermasyarakat. Untuk mencapainya
diperlukan pendidikan yang ketat dan sistematis dengan dukungan kurikulum yang
komprehensif dan kegiatan belajar yang teratur di bawah arahan oleh tenaga
pendidik.
Berdasarkan temuan tersebut dapat dikemukakan bahwa
aliran filsafat idealisme dan realisme pendidikan tidak perlu dipertentangkan,
tetapi dapat dipilih atau dipadukan untuk menemukan aliran yang sesuai dalam
melandasi teori dan praktek pendidikan untuk mencapai tujuannya. Dengan kata
lain idealisme ataupun realisme pendidikan dapat diterapkan tergantung konteks
dan kontennya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar